Lanjut ke konten

Premanisme Berkedok Debt Collector Merajalela, Warga Cirebon Ancam Bertindak Jika Aparat Diam

10 November 2025

CIREBON (rq) – Aksi brutal oknum debt collector (DC) yang kerap menghentikan, memepet dan merampas kendaraan secara paksa di jalan raya, kembali menuai sorotan dan memicu amarah warga Cirebon.

Publik menilai, ulah para oknum penagih hutang yang bertindak seperti preman jalanan tersebut, sudah melewati batas dan mengancam rasa aman masyarakat Cirebon.

Seruan keras pun menggema di berbagai wilayah Cirebon. Warga dihimbau untuk saling bantu dan tidak tinggal diam apabila melihat dan menemukan aksi intimidasi di jalan raya.

“Bila di jalan raya, melihat ada pengendara yang di-stop, dipepet dan hendak dirampas kendaraanya secara paksa oleh debt collector/matel (mata elang), tolong bantu. Terutama bila korbannya anak sekolah atau perempuan. Jangan biarkan premanisme berkedok Debt Collector seenaknya di jalan umum,” demikian seruan yang kini viral di media sosial Cirebon.

Boby selaku aktivis sosial sekaligus pemerhati kebijakan publik asal Cirebon, dengan lantang mengecam keras maraknya tindakan sewenang – wenang para debt collector tersebut. Menurutnya, aparat hukum tidak boleh berdiam diri dan hanya berpangku tangan terhadap ancaman nyata diruang publik.

“Ini bukan lagi urusan hutang – piutang, tapi soal keamanan, kenyamanan masyarakat dan martabat nama baik Cirebon yang telah dicoreng oleh perbuatan preman berkedok Debt Collector. Ketika jalan raya berubah jadi arena perburuan oleh preman berseragam Debt Collector, maka negara harus hadir. Kalau aparat terus diam, bisa jadi rakyat Cirebon yang akan bangkit,” tegas Boby dengan nada keras, Senin (10/11/2025).

Boby juga menilai, aksi para debt collector/matel di jalanan itu telah melampaui batas toleransi dan merusak wibawa hukum. Menurutnya, masyarakat sudah kesal dan geram dengan gaya ‘main sergap’ ala preman jalanan.

“Jalan raya bukan tempat intimidasi, bukan pula gelanggang kesewenang – wenangan. Untuk apa ada hukum, jika semua diselesaikan dengan cara main hakim sendiri. Dalam situasi seperti ini, negara harus benar – benar hadir dalam melindungi semua hak warga negaranya,” tambah Boby.

Boby juga menyerukan agar masyarakat tidak takut untuk bersuara dan bertindak dengan cara yang benar. Ia juga menyarankan agar masyarakat yang terjerat kredit macet, agar bisa berkonsultasi dengan lembaga bantuan hukum (LBH), untuk mencari solusi dengan sebaik – baiknya, agar lebih mengetahui tentang hak – hak dan tanggung jawabnya sebagai kreditur.

“Bagi masyarakat yang mengalami intimidasi di jalan raya, silahkan di Rekam, dokumentasikan dan viralkan. Jangan takut. Premanisme tumbuh karena diamnya masyarakat dan ketidak pahamanannya tentang hukum. Silahkan datangi juga LBH supaya lebih paham tentang hak dan tanggung jawabnya sebagai kreditur,” ujarnya.

Dikatakan Boby, warga juga kini mendesak sikap aparat penegak hukum agar segera mengambil langkah tegas, bukan hanya sekedar wacana dan slogan. Menurutnya, jika hal tersebut dibiarkan berlarut – larut, masyarakat mengancam akan mengambil sikap nyata.

“Kami akan bersatu. Cirebon bukan tempat preman berkedok dept collector, yang menebar ketakutan disejumlah wilayah Cirebon. Ini tanah damai, tempat yang penuh dengan kearifan lokal, bukan ladang teror, Cirebon itu adalah kota wali, bukan tempat sarang perkumpulan preman jalanan,” lanjutnya.

Boby juga mengumpamakan, ibarat pepatah mengatakan, “banyak manusia yang hidup seperti pohon pisang, punya jantung tetapi tidak punya hati”. Artinya yang paling ditakutkan pada saat ini adalah, matinya sebuah hati didalam jasad yang masih hidup”.

“Pesan masyarakat Cirebon kini bergema keras. Cukup sudah. Premanisme di jalan raya harus diberantas. Bila aparat tak bertindak maka, jangan salahkan rakyat, apabila rakyat yang akan berdiri di garis depan,” pungkas Boby. (R01/ris)