
CIREBON (rq) – Proyek Peningkatan Sarana Prasarana berupa pengaspalan jalan desa di blok Megu Lor, RT 001 RW 001, Desa Megu Cilik, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon, kembali menjadi sorotan publik.
Berdasarkan papan informasi, pekerjaan dengan volume 118 meter × 1,2 meter dan 127 meter × 1,4 meter tersebut menelan anggaran Rp 48.951.509 dari Bantuan Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2025.
Namun berdasarkan hasil pekerjaan di lapangan, memunculkan dugaan kuat bahwa proyek tersebut tidak dikerjakan sesuai dengan standar teknis, bahkan dinilai jauh dari kualitas yang seharusnya.
Dari dokumentasi lapangan, tampak permukaan jalan tidak rata, ketebalan juga diduga sangat minim, serta tidak ditemukan proses pemadatan optimal yang lazim dalam pekerjaan pengaspalan.
Beberapa bagian juga terlihat seperti hanya ditabur material tanpa konstruksi memadai.
Warga juga menyebut pekerjaan itu “asal ada”, bukan “layak pakai”. Bahkan kualitas dan ketahanannya pun diragukan.
Bobby Menilai: “Itu Bukan Pembangunan, Diduga Pengelabuhan Hak Masyarakat!”
Aktivis sosial dan pemerhati kebijakan publik, Bobby, memberikan pernyataan keras terkait dugaan kualitas pekerjaan yang kurang maksimal tersebut. Menurutnya, perlu adanya audit khusus untuk mengungkap terkait proses pelaksanaan pekerjaan yang menggunakan uang rakyat tersebut.
“Kalau melihat hasilnya seperti itu, patut diduga ada indikasi kuat penyunatan mutu. Uang negara hampir senilai Rp 49 juta plus dengan pajak, itu bukan angka kecil. Masyarakat juga berhak mendapat kualitas pembangunan yang sesuai, bukan jalan yang bahkan kalah dengan pengecoran mandiri warga,” ujarnya, Selasa (16/12/2025).
Bobby juga menegaskan bahwa proyek pemerintah desa bukanlah ruang bebas untuk bermain – main dengan anggaran. Menurutnya, semuanya harus dikerjakan sesuai Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan standar mutu yang sudah ditetapkan dalam dokumen perencanaan kegiatan.
“Jangan jadikan desa sebagai ladang eksperimen untuk memperkecil anggaran dan memperbesar keuntungan bagi oknum dan kelompok tertentu. Pekerjaan seperti ini sama saja meremehkan kecerdasan publik. Kami mendorong kepada APIP termasuk aparat penegak hukum untuk turun dan melakukan audit fisik,” tegasnya.
Ia juga menambahkan bahwa transparansi dan pengawasan oleh instansi terkait harus lebih diperketat guna menjamin kualitas dan mutu pekerjaan sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat.
“Kalau benar ada pelaksanaan yang tidak sesuai RAB, itu bukan lagi soal teknis, itu soal etika dan adanya dugaan potensi tindak pidana. Jangan tunggu masyarakat marah. Negara tidak boleh kalah oleh oknum. Masyarakat punya hak untuk mendapatkan pembangunan yang maksimal,” imbuhnya.
Menurut Bobby berdasarkan analisis awal, sejumlah poin teknis dan administratif perlu segera dilakukan pemeriksaan yang diantaranya : – 1. Ketebalan aspal diduga tidak sesuai standar teknis dari Dinas PUPR. (Untuk pengaspalan lingkungan, umumnya standar minimal berada pada ketebalan tertentu sesuai spesifikasi teknis.) – 2. Tidak terlihat proses pemadatan secara profesional. (Proses pengaspalan yang tidak dipadatkan dengan benar, berpotensi cepat mengalami kerusakan.) – 3. Kualitas permukaan tidak rata seragam. (Mengindikasikan pekerjaan diburu – buru untuk menghemat waktu serta biaya jasa atau juga minimnya pengawasan dari pihak terkait saat pelaksanaan.) – 4. Transparansi pelaksanaan perlu diaudit, terutama jika ditemukan perbedaan mencolok antara RAB dan realisasi fisik di lokasi pekerjaan.
Bobby menegaskan kepada Aparatur Pengawas Internal Pemerintah (APIP) termasuk juga Aparat Penegak Hukum, apabila ditemukan adanya dugaan penyelewengan dan/atau penyalahgunaan anggaran maupun kewenangan, dimohon untuk tidak tinggal diam dan segera diproses sesuai dengan aturan.
“Kami mengingatkan, dana publik harus kembali ke publik dalam wujud manfaat yang nyata. Kalau pekerjaan yang diduga tidak maksimal terus dibiarkan, itu sama saja dengan membiarkan korupsi kecil – kecilan tumbuh menjadi besar. Yang pasti masyarakat tidak akan tinggal diam,” tegasnya.
Sementara itu beberapa warga yang enggan namanya dipublikasikan menyampaikan bahwa hasil pekerjaan tersebut diduga tidak mencerminkan penggunaan anggaran yang hampir mencapai Rp 49 juta.
“Saya lihat cuma sebentar dikerjainnya. Tipis banget. Kayak ditutup biar kelihatan hitam doang. Masyarakat berharap pemerintah desa bisa memberikan klarifikasi secara terbuka,” ujar salah seorang warga.
Sedangkan, Camat Weru Hevazy Aldahari ketika dikonfirmasi, pihaknya mengaku belum melakukan monitoring dan evaluasi terkait pelaksanaan pekerjaan pengaspalan di desa Megu Cilik, yang menggunakan anggaran dari bantuan provinsi Jawa Barat tahun 2025 tersebut.
“(Pekerjaan Banprov Megu Cilik) belum di monev kang. Nanti secepatnya kita akan segera turun ke lokasi untuk melakukan pengecekan. Untuk sementara itu dulu yang bisa disampaikan,” pungkasnya. (R01/ris)

