Lanjut ke konten

Pemdes Panambangan Diduga Abaikan Hak Warga Negara Dalam Pengawasan Anggaran Desa

25 Oktober 2025

CIREBON (rq) – Lagi dan lagi, upaya permohonan konfirmasi dari aktivis sosial berkaitan dengan program dan pengelolaan anggaran desa, khususnya di desa Panambangan kecamatan Sedong kabupaten Cirebon gagal terlaksana.

Boby, seorang aktivis sosial sekaligus pemerhati kebijakan publik, melayangkan surat resmi permohonan konfirmasi kepada Pemerintah Desa (Pemdes) Panambangan, Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Namun, pada waktu dan tanggal yang sudah ditentukan, pihak Pemdes Panambangan tidak hadir pada agenda yang sudah dimohonkan tersebut.

Menurut Boby, dirinya sudah berkali – kali mendatangi kantor desa Panambangan untuk bertemu dengan kepala desa (Kuwu), namun tidak pernah bertemu. Kemudian akhirnya, ia mengirimkan surat permohonan yang disampaikan kepada kepala desa (Kuwu) Panambangan dan telah hadir di kantor desa pada Rabu, 12 Oktober 2025, pukul 13.00 WIB sesuai dengan agenda surat yang disampaikan. Namun hingga pukul 14.29 WIB, tidak ada satu pun perwakilan dari pihak desa yang mewakili kepala desa, untuk bertemu dengannya sesuai dengan surat permohonan yang disampaikan.

“Kalau memang waktu, tanggal dan jam yang kami mohonkan, bertepatan dengan agenda kegiatan desa lainnya, seharusnya ada komunikasi dari pihak kuwu atau perangkat desa untuk menjadwalkan ulang. Tapi sampai sekarang tidak ada kabar,” ujar Boby kepada redaksi.

Bahkan menurutnya juga, berdasarkan informasi dari salah satu Ketua LSM di wilayah Kecamatan Sedong, diketahui bahwa Kepala Desa (Kuwu) Panambangan, memang sangat sulit untuk ditemui dan jarang berada di kantor desa.

“Katanya, saya dengar dari salah satu ketua LSM juga sudah mengirimkan surat untuk kepala desa, tapi justru “dilempar” (dialihkan) ke sekretaris desa. Sampai sekarang pun kabarnya belum juga ada kejelasan,” terang Boby.

Dikatakannya juga, dugaan Pemdes enggan dikonfirmasi, muncul bahwa pihak Pemdes Panambangan tidak mau memberikan klarifikasi karena menilai aktivis sosial tidak memiliki kewenangan dalam melakukan pengawasan terhadap dana desa, sebab bukan bagian dari Aparat Penegak Hukum (APH) maupun Inspektorat.

Namun, Boby menilai pandangan tersebut keliru. Ia menegaskan bahwa tidak ada peraturan yang melarang warga negara, termasuk aktivis sosial, untuk ikut serta dalam pengawasan anggaran desa. Keterlibatan masyarakat dalam mengawal transparansi dan akuntabilitas keuangan desa, justru dijamin oleh undang – undang.

Landasan Hukum Pengawasan oleh Warga Negara Indonesia dan/atau Masyarakat :

1. Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 68, menyebutkan bahwa setiap warga Negara berhak meminta dan memperoleh informasi dari pemerintah desa, termasuk terkait penggunaan anggaran, serta berhak melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa.

2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 73 Tahun 2020 tentang Pengawasan Pengelolaan Keuangan Desa, mengatur mekanisme partisipasi masyarakat dalam memantau dan mengevaluasi tata kelola keuangan desa bersama Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) serta Bupati.

Boby juga meminta kepada Inspektorat Kabupaten Cirebon untuk segera turun melakukan pemeriksaan terhadap penggunaan dan realisasi anggaran di Desa Panambangan. Menurutnya, langkah tersebut penting untuk memastikan pengelolaan keuangan desa berjalan sesuai dengan azas transparansi dan akuntabilitas publik.

“Tujuan kami bukanlah untuk mencari – cari kesalahan, tetapi memastikan bahwa anggaran desa benar – benar digunakan untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok golongan tertentu,” tegasnya.

Hingga berita ini dipublikasikan, pihak Pemerintah Desa Panambangan belum berhasil dikonfirmasi untuk memberikan tanggapan resmi atas dugaan tudingan tersebut. (R01/ris)