
CIREBON (rq) – Aroma busuk mulai merebak terkait adanya dugaan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, yang tercium dari pelaksanaan proyek pemeliharaan jalan desa di Desa Astapada, Kecamatan Tengahtani, Kabupaten Cirebon.
Proyek Pekerjaan jalan yang bersumber dari Bantuan Keuangan Provinsi Jawa Barat tahun anggaran 2025 dengan nilai Rp 98 juta itu, kini disorot tajam oleh publik dan awak media, karena diduga sarat penyimpangan.
Dalam papan informasi proyek resmi, kegiatan pekerjaan tersebut tercatat sebagai pemeliharaan jalan desa di Blok Kavling RT 06 RW 03, yang mencakup Panjang Gang Mawar 173 meter dengan lebar 2,5 meter dan Panjang Gang Melati 173 meter dengan lebar 2,7 meter.
Namun, hasil pantauan Muhadi selaku Ketua Forum Wartawan Cirebon (FWC) di lokasi pekerjaan memperlihatkan ketidaksesuaian yang mencolok antara pagu anggaran dan kualitas pekerjaan. Menurutnya, permukaan jalan yang baru selesai dikerjakan tampak asal – asalan. Sementara durasi pelaksanaan hanya dua hari.
“Sesuatu yang sangat tidak masuk akal dan logis untuk proyek hotmix dengan total panjang lebih dari 300 meter. Kami menilai proyek tersebut berpotensi kuat mengandung unsur gratifikasi dan penggelembungan biaya (mark up),” ujarnya, Sabtu (8/11/2025).

Dikatakannya, ia juga menemukan adanya kejanggalan besar antara realisasi dan anggaran yang dilaksanakan. Dari data yang ia pegang, total biaya realisasi lapangan hanya sekitar Rp 49 juta, Sementara pagu resminya diangka Rp 98 juta.
“Dari hasil perhitungan kami, yang dikerjakan paling hanya sekitar Rp 49 juta dari pagu anggaran senilai Rp 98 juta. Jadi dikemanakan sisa uang lebihannya? Ini patut dicurigai sebagai bentuk penyimpangan anggaran dan gratifikasi,” tegas Muhadi dengan nada keras.
Menurutnya, pola semacam itu sering terjadi di sejumlah desa penerima bantuan keuangan provinsi, dimana tim pelaksana teknis (TPK) dan pihak tertentu, diduga bermain di balik mutu kualitas dan laporan keuangan fiktif.
“Ini bukan lagi kesalahan administrasi, tapi adanya indikasi korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang terstruktur. Kami mendorong agar aparat penegak hukum, terutama Kejaksaan dan Tipikor Polresta Cirebon, untuk segera bergerak dan turun ke lokasi pekerjaan sebelum bukti – bukti di lapangan hilang,” tambahnya.
Ketua Forum Wartawan Cirebon (FWC) Muhadi juga menilai, lemahnya pengawasan dari Inspektorat Kabupaten Cirebon dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) serta pihak Kecamatan, turut membuka celah bagi oknum untuk memanipulasi laporan penggunaan dana bantuan.
“Kalau hanya dua hari pengerjaan dengan mutu seadanya, jelas tidak logis. Proyek seperti ini mencederai kepercayaan publik terhadap pemerintah desa. Apalagi masyarakat sangat berharap pembangunan infrastruktur hasilnya berkualitas dan tahan lama,” ujar Muhadi.
Ia juga mengatakan, masyarakat sekitar pun mulai mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan proyek tersebut. Menurutnya, banyak warga yang menduga bahwa kegiatan itu hanya proyek asal jadi, yang lebih mementingkan laporan ketimbang hasil nyata.
Sampai berita ini dipublikasikan, pihak tim pelaksana kegiatan (TPK) Desa Astapada belum berhasil dimintai keterangan resmi, meskipun telah beberapa kali dihubungi awak media untuk dimintai klarifikasi.
Publik kini menunggu sikap tegas aparat penegak hukum dan pihak Inspektorat untuk membuka tabir dugaan penyimpangan dana Banprov senilai Rp 98 juta tersebut. Jika terbukti ada permainan, masyarakat mendesak agar oknum pelaksana pekerjaan diproses hukum dan tidak lagi diberikan kewenangan untuk mengelola dana milik negara yang bersumber dari pajak rakyat. (R01/ris)
