
CIREBON (rq) – Demi terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih dari praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme serta Gratifikasi, Boby selaku aktivis sosial sekaligus penggiat keterbukaan informasi publik, menyampaikan harapannya kepada Bupati Cirebon dan Inspektorat Kabupaten Cirebon agar bersikap tegas dan tanggap dalam menindaklanjuti berbagai aduan masyarakat, khususnya terkait dugaan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme serta gratifikasi yang terjadi di sejumlah desa di wilayah Kabupaten Cirebon.
Menurut Boby, Bupati sebagai kepala daerah memiliki kewenangan penuh melalui Inspektorat, untuk menindaklanjuti dan menyelesaikan berbagai laporan masyarakat secara serius dan transparan.
“Saya sering menerima keluhan dari warga terkait kurangnya transparansi dalam pengelolaan keuangan negara di tubuh Pemerintahan Desa (pemdes). Banyak masyarakat juga yang mengaku tidak mengetahui agenda – agenda desanya, baik dalam hal rapat musyawarah desa maupun dalam rencana agenda pembangunan yang dilaksanakan oleh pemdesnya,” ujar Boby, Rabu (23/07/2025).
Ia juga menyoroti bahwa masih banyak masyarakat yang belum memahami secara utuh tentang regulasi dan mekanisme penggunaan anggaran desa, sehingga wajar jika muncul berbagai kecurigaan dan pertanyaan mendalam terhadap realisasi anggaran di lapangan. Apalagi kurangnya informasi keterbukaan publik mengenai anggaran yang dikelola oleh pemerintah desa, semakin menambah panjang daftar pertanyaan oleh masyarakat.
“Oleh karena itu, saya mewakili masyarakat yang menginginkan keadilan dan transparansi, berharap agar aduan-aduan tersebut ditindaklanjuti secara terbuka dan profesional oleh Bupati maupun Inspektorat kabupaten Cirebon. Jawaban yang jujur, objektif dan berpihak kepada kepentingan masyarakat secara luas sangat kami harapkan,” tambahnya.
Dikatakannya, sebagai pengingat, tindak pidana korupsi telah diatur secara tegas dalam Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 yang menerangkan bahwa :
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun, dan/atau denda paling sedikit Rp 50.000.000 dan paling banyak Rp 1.000.000.000.” imbuhnya.

Sementara itu dijelaskannya pula dalam Pasal 12B tentang Gratifikasi menerangkan bahwa, setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
“Bahwa berdasarkan peraturan, Gratifikasi tersebut wajib dilaporkan kepada KPK. Jika tidak, maka dianggap suap dan dapat dikenakan pidana yang diantaranya yaitu, Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan denda paling sedikit Rp 200.000.000 dan paling banyak Rp 1.000.000.000.” lanjutnya.
Dengan adanya regulasi yang jelas dan sanksi hukum yang tegas, Boby berharap Bupati Cirebon dan Inspektorat benar-benar menjalankan fungsinya dalam mengawasi dan menindak pelanggaran hukum, terutama dalam tubuh birokrasi pemerintahan desa, demi mewujudkan pembangunan yang berkualitas dan kesejahteraan masyarakat di seluruh wilayah kabupaten Cirebon.
“Jangan sampai kepercayaan masyarakat runtuh karena adanya pembiaran terhadap pelanggaran. Pemerintah harus hadir membela rakyat, bukan menutupi kesalahan oknum – oknum yang serakah akan jabatan dan harta benda. Pembangunan yang berkualitas adalah tujuan yang harus diperjuangkan dan kesejahteraan masyarakat adalah harapan yang harus diwujudkan,” pungkas Boby. (R01/ris)